Bid’ah Yang Selalu Samar
I.
Al Quran :
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ
وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ
ٱلۡعِقَابِ ٧
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya
(QS. Al Hasyr : 7)
فَلۡيَحۡذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ
عَنۡ أَمۡرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمۡ فِتۡنَةٌ أَوۡ يُصِيبَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ ٦٣
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih
(QS. An Nuur : 63)
(QS. An Nuur : 63)
Hadits Nabi :
حديث جابر بن عبد الله رضي الله عنه ،
وفيه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقول في خطبته : ( إن أصدق الحديث كتاب الله
، وأحسن الهدي هدي محمد ، وشر الأمور محدثاتها ، وكل محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة
، وكل ضلالة في النار ) أخرجه بهذا اللفظ النساائي في سننه
Sesunggunnya sebaik baik ucapan adalah Kitabullah (Al Quran). Dan sebaik baik petunjuk adalah Petunjuk Nabi. Dan SEBURUK BURUK urusan adalah Pembaharuan. Setiap yang baharu adalah BID’AH. Dan setiap Bid’ah adalah SESAT. Dan setiap kesesatan ada di neraka.
عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى
الله عليه وسلم مر بقوم يلقحون النخل، فقال: (لو لم تفعلوا لصلح، قال: فخرج شيصًا)
- تمرًا رديئًا - فمر بهم، فقال: (ما لنخلكم؟)، قالوا: قلت كذا وكذا.. قال: (أنتم
أعلم بأمور دنياكم) (مسلم (
Dari Anas ra. dituturkan bahwa Nabi saw. pernah melewati satu
kaum yang sedang melakukan penyerbukan kurma. Beliau lalu bersabda, “Andai
kalian tidak melakukan penyerbukan niscaya kurma itu menjadi baik.” Anas
berkata: Pohon kurma itu ternyata menghasilkan kurma yang jelek. Lalu Nabi saw.
suatu saat melewati lagi mereka dan bertanya, “Apa yang terjadi pada kurma
kalian?” Mereka berkata, “Anda pernah berkata demikian dan demikian.” Beliau
pun bersabda, “Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” (HR muslim).
Abu Ishaq Ibnu Abdullah At Tastary:
Abu Ishaq Ibnu Abdullah At Tastary:
اَلإِ يْمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَ نِيَّةٌ
وَسُنَّةٌ إِذَاكَانَ قَوْلاً بِلاَ عَمَلٍ فَهُوَ كُفْرٌ وَإِذَاكَانَ قَوْلاً
وَعَمَلاً بِلاَ نِيَّةٍ فَهُوَ نِفَاقٌ وَإِذَاكَانَ قَوْلاً وَعَمَلاً وَنِيَّةً
بِلاَسُنَّةٍ فَهُوَ بِدْعَةٌ
Iman itu adalah ucapan (ikrar lisan) amal (perbuatan) dan itikad jiwa serta sesuai dengan sunnah, Apabila iman itu hanya diucapkan saja, tidak diamalkan (dikerjakan) inilah yang dinamakan kufur, apabila diucapkan dan diamalkan tetapi tidak di itikadkan dengan jiwa, maka itu dinamakan munafik, apabila diucapkan dan diamalkan serta di itikadkan tetapi tidak sesuai dengan sunnah maka itulah dia bid`ah.
البدعة في اللغة
: البدعة في اللغة
هو الشيء الحديث المخترع على غير مثال سابق، قال الرازي رحمه الله في مختار الصحاح
(أبدع الشيء اخترعه لا على مثال، والله بديع السماوات والأرض أي مبدعهما، والبديع
المبتدع والمبتدع أيضا...)، وقال ابن منظور رحمه الله (والبدع الشيء الذي يكون
أولا، وفي التنزيل {قُلْ مَا كُنتُ بِدْعاً مِّنْ الرُّسُلِ} أي ما كنت أول من
أرسل قد أرسل قبلي رسل كثير
Makna bid’ah secara bahasa (Lughawi) adalah mengadakan
sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Dalam Mukhtar Shahih, Imam Arv Razi
berkata: “memperbaharui/ mengadakan sesuatu tanpa contoh (dari Nabi) seperti : والله بديع السماوات والأرض “Dialah Allah
Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqoroh [2]: 117). Atau menicptakan sesuatu
pertama kali, seperti قُلْ مَا كُنتُ بِدْعاً مِّنْ الرُّسُلِ “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku bukanlah
rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al Ahqaf [46]: 9)
البدعة في الإصطلاح :
عرف الإمام الشاطبي رحمه الله البدعة الشرعية
بقوله ( طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها
المبالغة في التعبد لله سبحانه، وهذا على رأي من لا يدخل العادات في معنى البدعة
وإنما يخصها بالعبادات وأما على رأي من أدخل الأعمال العادية في معنى البدعة
فيقول: البدعة طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها ما يقصد
بالطريقة الشرعية ). وقال أبو شامة في تعريف
البدعة هو (وهو ما لم يكن في عصر النبي صلى الله عليه وسلم مما فعله أو أقر عليه
أو علم من قواعد شريعته الإذن فيه وعدم النكير عليه). وأفضل تعريف للبدعة في نظري
أن البدعة هي (المحدث في الدين) فهو مطابق لقوله صلى الله عليه وسلم عليه وسلم (كل
محدثة بدعة). إذن فإن كل عقيدة أو عبادة أو سلوك أو قانون مخالف للكتاب والسنة
وهدي سلف الأمة الصالح رحمهم الله و قواعد الشريعة الإسلامية و أصولها الكلية بدعة.
Imam al-Shatibi mendefinisikan BID’AH menurut syariat. Dia berkata: "suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at bertujuan untuk beribadah kepada Allah secara berlebihan. Pandangan ini mengkhususkan makna BID’AH hanya dalam tata cara ibadah, tidak termasuk adat istiadat ( yang bukan ibadah). Abu Syamah mendefinisikan BID’AH adalah apa2 yang tidak ada di zaman Nabi saw, baik apa apa yang ia kerjakan, setujui, tidak ada qaidah syar’iyahnya atau tidak ada pembiarannya. Adapun definisi Bidah yang paing utama adalah “Mengadakanpembaharuan dalam urusan agama” Dan ini yang bersesuaian dengan “Setiap pembaharuan adalah BID’AH”
Oleh karena itu, setiap doktrin atau ibadah atau perilaku atau hukum yang bertentangan dengan Al Kitab ( Al Quran) dan Sunnah Nabi dan bimbingan Salafus Shalih dan Hukum Hukum Islam dan Pokok Agama, SEMUANYA TERMASUK BID’AH.
II.
Islam di Indonesia dikenal dari dakwah Para Walisongo yang
terlihat “menjawakan Islam” sehingga bila kita tidak cermat seolah banyak
ajaran Islam yang dimodifikasi (diperbaharui) dan kita akan gampang menuduh
bahwa itu adalah Bid’ah.
Coba saja kita perhatikan : Pagelaran Wayang Kulit, Sedekah Bumi, Sedekah Muara, Lebaran Bubur warna pitu, Acara Talilan, Panjang Jimat dan lain lain. Semuanya itu sudah mentradisi di tengah kehidupann masyarakat Indonesia. Seolah olah itu ajaran Agama.
Apakah Walisongo itu penyebar Bid’ah ?
TIDAK !!!
Para Walisongo mengajak kebaikan dengan memperhitungkan kultur budaya setempat. Dan dengan kebijakan (hikmah) yang didapat dari Petunjuk dari Allah, mereka menerapkan suatu “Kebiasaan Baik” .
Para Walisongo TIDAK MENYUSUPKAN BARU / MENAMBAHKURANGI ATURAN BARU dalam beribadah yang sudah tertuang dalam syariat secara tafshili ( terperinci dan jelas).
Coba saja kita perhatikan : Pagelaran Wayang Kulit, Sedekah Bumi, Sedekah Muara, Lebaran Bubur warna pitu, Acara Talilan, Panjang Jimat dan lain lain. Semuanya itu sudah mentradisi di tengah kehidupann masyarakat Indonesia. Seolah olah itu ajaran Agama.
Apakah Walisongo itu penyebar Bid’ah ?
TIDAK !!!
Para Walisongo mengajak kebaikan dengan memperhitungkan kultur budaya setempat. Dan dengan kebijakan (hikmah) yang didapat dari Petunjuk dari Allah, mereka menerapkan suatu “Kebiasaan Baik” .
Para Walisongo TIDAK MENYUSUPKAN BARU / MENAMBAHKURANGI ATURAN BARU dalam beribadah yang sudah tertuang dalam syariat secara tafshili ( terperinci dan jelas).
Jangankan Walisongo, kitapun boleh
mengadakan sesuatu yang baharu, asalkan bukan MERUBAH, MENAMBAHKURANGI,
MEMPERBAHARUI aturan beribadah kepada Allah.
Jadi SANGAT GAMBLANG pengertian Bid’ah itu. Iini hanya pada masalah Thariqah fid diin (Aturan Agama).
Jadi SANGAT GAMBLANG pengertian Bid’ah itu. Iini hanya pada masalah Thariqah fid diin (Aturan Agama).
III.
Pernah ada seseorang diberitahu
agar Jangan mengikuti Bid’ah. Eeeehh….malah orang itu menjawab : Orang pakai
Hape, itu bid’ah. Nonton Televisi Bid’ah. Berkendaraan pakai mobil itu Bid’ah.
Kenapa boleh dilakukan ?.
Ini SALAH PAHAM !!!
Dalam urusan duniawi (bukan termasuk masalah agama), silakan saja orang berinovasi dan memperbaharui demi kemajuan peradaban. Urusan mobil, hape, teknologi, fesyen dll tentu saja boleh berkembang dan terus diinovasi. Itu bukan urusan agama yang disyariatkan.
Ini SALAH PAHAM !!!
Dalam urusan duniawi (bukan termasuk masalah agama), silakan saja orang berinovasi dan memperbaharui demi kemajuan peradaban. Urusan mobil, hape, teknologi, fesyen dll tentu saja boleh berkembang dan terus diinovasi. Itu bukan urusan agama yang disyariatkan.
IV.
Ahli Otak-Atik mengakali kata كل yang
artinya “SEMUA”. Konon, mereka mengakali kata
كل itu termasuk كل بعضية
(Kul Ba’dliyyah – Sebagian),majaz dengan mengungkapkan KESELURUHAN
padahal maksudnya adalah sebagian.
(http://www.nu.or.id/post/read/95503/lima-kategori-bidah-haram-sunnah-wajib-makruh-dan-mubah)
sehingga makna dari :
sehingga makna dari :
كل بدعة ضلالة
Sebagian bid’ah itu sesat
Jadi, sebagian pemahaman ada yang mengatakan Bid’ah Hasanah, Bid’ah Dlalalah, Bid’ah dll. Seperti shhalat taraweh 23 rakaat, Memushafkan Al Quran, pergi hajji pakai pesawat terbang, atau bersalaman habis shalat.
Ini pemahaman yang agak aneh !.
Sekarang begini, …. Shalat Taraweih yang dilakukan Umar Khathab sebanyak 23 rakaat apakah Bid;ah ? Bukan !. Bukan Bid’ah Hasanah atau Bid’ah Sunnah. Memang benar bahwa Nabi saw melakukan shaat Tarawih sebanyak 11 rakaat. Tapi Nabi sudah memberikan agar umatnya juga mengambil teladan dari Para Khulafaur Rasyidin. Artinya sudah ada PEMBIARAN jika umatnya nanti mengambil sunnah dari Para Khulafaur Rasyidin.
Jadi, sebagian pemahaman ada yang mengatakan Bid’ah Hasanah, Bid’ah Dlalalah, Bid’ah dll. Seperti shhalat taraweh 23 rakaat, Memushafkan Al Quran, pergi hajji pakai pesawat terbang, atau bersalaman habis shalat.
Ini pemahaman yang agak aneh !.
Sekarang begini, …. Shalat Taraweih yang dilakukan Umar Khathab sebanyak 23 rakaat apakah Bid;ah ? Bukan !. Bukan Bid’ah Hasanah atau Bid’ah Sunnah. Memang benar bahwa Nabi saw melakukan shaat Tarawih sebanyak 11 rakaat. Tapi Nabi sudah memberikan agar umatnya juga mengambil teladan dari Para Khulafaur Rasyidin. Artinya sudah ada PEMBIARAN jika umatnya nanti mengambil sunnah dari Para Khulafaur Rasyidin.
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِالرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
اْلأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Wajib kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin Mahdiyyin (para pemimpin yang menggantikan Rasulullah, yang berada di atas jalan yang lurus, dan mendapatkan petunjuk). Berpegang teguhlah kalian padanya dan gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian. Serta jauhilah perkara-perkara yang baru. Karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat.
Membukukan Mushaf Al Quran kok disebut Bid’ah Hasanah ?!. Ini BUKAN BID’AH. Ini khan hanya wasilah untuk menuju Allah. Sama dengan amal shaleh lainnya yang termasuk katagori kebaikan dan tidak tertulis secara tafshili.
Bid’ah ya Bid’ah. Dan itu artinya yang hanya dalam ibadah saja.
Kalau bukan pada acara ibadah yang diatur secara tafshili, maka tak bisa disebut Bid’ah. Kalaupun itu sebuah kebaikan ( Amalan Baik), ya tetap disebut Wasilah (jaan/ sarana) menuju Ridla Allah.
Coba Anda cermati : Ada orang buta lalu anda tuntun di jalan raya. Mosok perbuatan itu disebut Bid’ah Hasanah ?, Ya Tidak begitulah !.
Memperlebar pemahaman, untuk mencari pembenaran malah akan menjadi TIDAK BENAR.
V.
Sudahlah !!! Kita sudah cukup dengan aturan agama yang
dibawa oleh Rasulullah untuk umatnya. Tak perlu menambahkurangi atau
memodifikasi apa apa yang sudah jelas digariskan secara tegas dan qath’i.
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ
وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ فَمَنِ
ٱضۡطُرَّ فِي مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٖ لِّإِثۡمٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ
رَّحِيمٞ ٣
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
( QS. Al Maidah : 3 )
Allah nyatakan Sempurna. Jadi buat apa manusia memodifikasi aturan ibadah kepada Allah.
Allah menghormati akal fikir manusia, tapi di posisi mana akal dan fikir itu harus difungsikan, maka Allah juga menerapkan aturan dengann jelas. Dengan demikian, akal dan Fikiran yang terhormat adalah akal fikir yang TUNDUK pada aturan Allah swt. Dan manusia yang patuh dan taat pada Allah, pasti akal dan fikirannya sehat. Akan sesuai dengan Hukum Langit dan Bumi.
Sebagai Penyampai Risalah dari Allah, Nabi sudah mengancam pada umat manusia
منْ عمِل عملا ليس عليه اَمرنا فهو
ردّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada
perintahnya dari kami, maka tertolak.”
AWAS HATI HATI !!! BID’AH ITU SANGAT SAMAR
AWAS HATI HATI !!! BID’AH ITU SANGAT SAMAR