KYAI JIPO
Mungkin Anda bertanya “apa maksud Kyai Jipo ?”
Ini hanya istilah yang sering saya pakai dalam bebarapa
postingan di bebarapa sosmed. Saya mendefinisikan Kyai Jipo itu adalah Kyai
yang jidatnya ada cap Angpo alias ULAMA SUU. Tanpa perlu dijelaskan secara
detail, pasti Anda paham siapa Kyai Jipo yang selalu berambisi dengan urusan
Angpo (duit / keduniawian).
Dan di sini juga, saya bukan hendak membahas apa arti
“Ulama” atau apa arti “Kyai”. Untuk definisi “Ulama” “Kyai” dan “Suu” , silakan
anda googling. Banyak artikel yang membahas maslah ini.
Setidaknya Anda akan dikenalkan pada satu ayat dan hadits
di bawah ini :
1. Orang yang paling takut pada Allah
إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ
ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ
Sesungguhnya Hamba Allah yang paling takut pada Allah
adalah Ulama
(QS Faathir:28)
2. Ulama itu Pewaris Nabi
روى أبو داود والترمذي وابن ماجه وابن
حبان في صحيحه وغيرهم أن النبي صلى الله عليه وسلم قال في ضمن حديث طويل:” إن العلماء
ورثة الأنبياء وإن الأنبياء لم يورِّثوا دينارًا ولا درهمًا، إنَّما ورَّثوا العلم،
فمن أخذَه أخذ بحظٍّ وافر”.
Sesungguhnya Ulama itu Pewaris Para Nabi. Dan sesungguhnya
Para Nabi tidak mewarisi dinar, dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa
yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sempurna
Pada QS Fathir:28 ada dua pengertian yang dapat dipetik
:
a. “Takut
kepada Allah” ( إنما يحشى الله..... ) didahulukan,
bukan Ulama dulu ( أنماالعلماء..... ) . Artinya : Ayat ini hendak menunjukkan TAKUT KEAPADA
ALLAH adalah perioritas yang harus diutamakan / didahulukan. Dan “ulama” adalah
predikat bagi orang orang yang takut kepada Allah swt.Yang tidak takut kepada
Allah swt disebut BUKAN ULAMA.
b. “Ilmu”.
Yang disebut Ilmu adalah “Cara untuk menjadi takut kepada Allah swt”, Jika ada
pengetahuan yang tidak mengajak manusia untuk takut kepada Allah swt, maka itu
BUKAN ILMU. Bisa saja disebut dhann (pengetahuan/persangkaan, yang nilai
hakikinya tidak diketahui).
***
Saya yakin, dari dalil dalil di bawah ini Anda pasti
tahu siapa yang pantas disebut ulama. Paling paling Anda bertanya apa sih isi
dari “TAKUT KEPADA ALLAH swt”.
فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ
وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلاً
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia,
(tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan
harga yang sedikit.
(QS. al-Maidah: 44)
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ
أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab
(Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
(QS Al-Baqarah:44 )
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ
أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah
(Al-A’raf:176)
مَثَلُ الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ
النَّاسَ الْخَيْرَ وَيَنْسَى نَفْسَهُ كَمَثَلِ السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ وَيَحْرِقُ
نَفْسَهُ
Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia namun ia melupakan dirinya sendiri, laksana sebuah lilin yang
menerangi orang sambil membakar dirinya
وَيْلٌ
لأُمَّتِيْ مِنْ عُلَمَاءِ السُّوْءِ يَتَّخِذُوْنَ هَذَا الْعِلْمَ تِجَارَةً يَبِيْعُوْنَهَا
مِنْ أُمَرَاءِ زَمَانِهِمْ رِبْحاً للأَنْفُسِهِمْ لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَهُمْ
( رواه الحاكم عن انس ابن مالك (
Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama suu’; mereka
menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa
masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak
akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu.
أخبرنا نعيم بن حماد حدثنا بقية عن الأحوص
بن حكيم عن أبيه قال سأل رجل النبي صلى الله عليه وسلم عن الشر فقال لا تسألوني عن
الشر واسألوني عن الخير يقولها ثلاثا ثم قال ألا إن شر الشر شرار العلماء وإن خير الخير
خيار العلماء (رواه الدارمى(
Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan
ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama.
الْعُلَمَاءُ أَمَنَاءُ الرُّسُلِ مَا
لَمْ يُخَالِطُوْا السُّلْطَانَ وَ يُدَاخِلُوْا الدُّنْيَا فَاِذَا خَالَطُوْا السُّلْطَانَ
وَ دَاخَلُوْا الدُّنْيَا فَقَدْ خَانُوْا الرُّسُلَ فَاحْذَرُوْهُمْ وَفِيْ رِوَايَةٍ
لِلْحَاكِمِ فَاعْتَزِلُوْهُمْ ( رواه الحاكم عن انس ابن مالك(
Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak
bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul
dengan penguasa dan asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para
rasul. Karena itu, jauhilah mereka.
مَنْ أَكَلَ بِالْعِلْمِ طَمَسَ اللهُ
عَيْنَيْهِ (أَوْ وَجْهَهُ فيِ رِوَايَةِ الدَّيْلَمِيْ) وَكَانَتِ النَّارُ أَوْلَى
بِهِ (رواه ابو نعيم والديلمى عن أبى هريرة(
Siapa yang makan dengan (memperalat) ilmu, Allah
membutakan kedua matanya (atau wajahnya di dalam riwayat ad-Dailami), dan
neraka lebih layak untuknya.
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شرار العلماء الذين يأتون الأمراء وخيار الأمراء الذين يأتون العلماء
(ذكره فى إحياء علوم الدين وهذاالحديث أخرجه ابن ماجه بالشطر الأول نحوه من حديث أبي
هريرة بسند ضعيف(
Seburuk buruk ulama adalah yang mendatangi penguasa.
Dan sebaik baik penguasa adalah yang mendatangi ulama
الأثار : حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، قَالَ
: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ ، عَنِ الْمُعَلَّى بْنِ زِيَادٍ ، عَنْ أَبِي
عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ ، قَالَ : سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ، وَهُوَ عَلَى
مِنْبَرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ
أَصَابِعِي هَذِهِ وَهُوَ يَقُولُ : " إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى هَذِهِ
الْأُمَّةِ الْمُنَافِقُ الْعَلِيمُ ، قِيلَ : وَكَيْفَ يَكُونُ الْمُنَافِقُ عَلِيمٌ
؟ قَالَ : عَالِمُ اللِّسَانِ ، جَاهِلُ الْقَلْبِ وَالْعَمَلِ "
Umar bin Khathab : Sungguh yang ditakuti pada umat ini
adalah ulama munafiq. Ditanyakan kepadanya :” Baaimanakah Ulama Munafiq ?” Umar
menjawab :”alim ucapannya tetapi bodoh hati dan akalnya”.
ﻣَﻦْ ﺗَﻌَﻠَّﻢَ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﺒْﺘَﻐَﻰ
ﺑِﻪِ ﻭَﺟْﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻻَ ﻳَﺘَﻌَﻠَّﻤُﻪُ ﺇِﻻَّ ﻟِﻴُﺼِﻴﺐَ ﺑِﻪِ ﻋَﺮَﺿًﺎ
ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻋَﺮْﻑَﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔ (رواه ابو دوود وابن ماجه وأحمد عن أبي هريرة(
Siapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang
seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk
mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari
kiamat.
رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي رِجَالًا
تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ
قَالَ: الخُطَبَاءُ مِنْ أُمَّتِكَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ
أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ
Pada malam aku diisra’kan oleh Allâh, aku melihat
orang-orang yang mulutnya digunting dengan gunting-gunting dari neraka, maka
aku berkata, ‘Siapa mereka wahai jibril?’ Maka ia menjawab, ‘Mereka adalah para
penceramah dari ummatmu yang menyuruh orang melakukan kebaikan namun mereka
melupakan dirinya sendiri, mereka membaca al-Kitab, tidakkah mereka berakal?
Melihat dalil di atas, terserah Anda mau menyebut apa
pada Ulama yang bertipikal seperti dalam dalil dalil tersebut di atas. Anda mau menyebut Ulama suu itu adalah orang
yang menjual ilmu dengan harga murah, pemburu harta, sombong karena jabatan dan
banyak ilmunya, bergaya dengan pakaian ulama, disorientasi intelektual
(kehilangan intelektual), penjilat penguasa, pembela penguasa dhalim,
menyalahgunakan ilmu, membuat tipu daya dengan ilmu atau diperbudak hawa nafsu
dan syaithan, silakan ! Anda mau menyebut apapun terserah Anda !
Saya lebih suka menyebut Kyai Jipo, Kyai Lapar atau
Kyai Kemaruk.
***
Sebagai PEWARIS yang secara generatif akan meneruskan /
menurunkan / menularkan sifat sikap Nabi, Para Kyai (ulama) seharusnya bisa
berlaku juga seperti yang dipraktekan Rasulullah, baik sebagai Hamba Allah
ataupun makhluq sosial.
Apakah Nabi rakus pada harta dan jabatan ?. Tidak kan
?. Jika Anda menemukan orang yang terlihat alim atau berilmu tetapi berlaku
tidak seperti apa yang dicontohkan oleh Nabi, maka bisa dipastikan itu BUKAN
ULAMA. Andaikan masyarakat masih bersikeras menganggap orang itu sebagai ulama,
maka sesunguhnya orang itu disebut ULAMA SUU’ (Ulama Dunia) atau Kyai Jipo
(Kyai Jidat Cap Angpo).
Jika Ulama Suu’ sudah terdefinisi dengan gamblang dan
jelas, maka Anda WAJIB memahami dan mematuhi apa yang menjadi ajaran Islam
sebagaimana sudah diinformasikan dalam Al Quran dan Al Hadits
الْعُلَمَاءُ أَمَنَاءُ الرُّسُلِ مَا
لَمْ يُخَالِطُوْا السُّلْطَانَ وَ يُدَاخِلُوْا الدُّنْيَا فَاِذَا خَالَطُوْا السُّلْطَانَ
وَ دَاخَلُوْا الدُّنْيَا فَقَدْ خَانُوْا الرُّسُلَ فَاحْذَرُوْهُمْ وَفِيْ رِوَايَةٍ
لِلْحَاكِمِ فَاعْتَزِلُوْهُمْ ( رواه الحاكم عن انس ابن مالك(
Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak
bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul
dengan penguasa dan asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para
rasul. Karena itu, jauhilah mereka.
JAUHILAH ULAMA SUU'. TINGGALKAN MEREKA !!!
Bahwa Nabi pernah menyatakan Kelak di akhir zaman akan
ada orang yang pandai membaca Al Quran (Ulama / Kyai) tapi hanya sebatas
tenggorokan bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Begitu cepat
meluncur, menghujam tetapi tak berbekas pada si pembacanya.
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَحْمَدَ
الْمَلِيحِيُّ ، أنا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ النُّعَيْمِيُّ ، أنا مُحَمَّدُ
بْنُ يُوسُفَ ، نا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، نا أَبُو النُّعْمَانِ ، نا مَهْدِيُّ
بْنُ مَيْمُونٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ سِيرِينَ ، يُحَدِّثُ عَنْ مَعْبَدِ
بْنِ سِيرِينَ ، عَنْ أَبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ لا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ
مِنَ الرَّمِيَّةِ ، ثُمَّ لا يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ
" ، قِيلَ : مَا سِيمَاهُمْ ؟ قَالَ : " سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ "
، أوْ قَالَ : " التَّسْبِيدُ " . هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ .
Akan keluar manusia dari arah timur dan membaca
Al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat keluar dari
agama sebagaimana halnya anak panah yang melesat dari busurnya. Mereka tidak
akan kembali kepadanya hingga anak panah kembali ke busurnya.” (HR. Bukhari)
Ulama Suu’ itu akan dituntut oleh ilmunya sendiri dan
pertanggungjawabannya sebagai penyesat umat akan membebaninya kelak di yawmil
akhir. Walau bagaimanapun orang ini lebih berbahaya dan lebih brengsek dari
tukang copet atau perampok.
Jika Perampok nilai kejahatannya hanya berefek buat
dirinya, maka berbeda dengan Ulama Suu’ yang berdampak pada ummat yang lebih luas. Inilah bahayanya Ulama
Suu’.